Iklan


jurnalpantura.com
29 September 2023, 22:22 WIB
Last Updated 2023-09-30T05:22:38Z
Kriminal

Marak Terjadi Tawuran Pelajar di Brebes, Psikolog Singgung Peran Orang Tua hingga Polisi


Jurnalpantura.com, BREBES - Kasus tawuran pelajar beberapa hari terakhir terjadi di Kabupaten Brebes. Fenomena tawuran pelajar ini menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk dari seorang psikolog. Psikolog Iko Yuniarto, S.Psi menyinggung peran orang tua hingga polisi yang harus lebih proaktif dalam melakukan pencegahan aksi tawuran pelajar.

Menurut Iko, fenomena tawuran pelajar di Kabupaten Brebes ini bukan lagi dalam kategori kenakalan remaja, namun sudah masuk tindakan pidana. Hal ini lantaran dalam beberapa kali peristiwa tawuran di Kabupaten Brebes, ada di antara mereka ada yang tewas. Ia menyebut berbagai pihak harus melakukan upaya pencegahan, terutama para orang tua, pihak sekolah, hingga pihak kepolisian. 

"Tawuran pelajar ini sudah menjadi fenomena. Termasuk yang sudah beberapa kali terjadi di Kabupaten Brebes. Semua pihak, baik orang tua, pihak sekolah, dan pihak kepolisian harus lebih pro aktif," kata Iko Yuniarto, Jumat (29/9).

Iko Yuniarto yang berdinas di Poli Psikologi RSUD Brebes ini menyebut, faktor utama maraknya tawuran di Kabupaten Brebes adalah minimnya perhatian orang tua. Banyak orang tua yang tidak perhatian lagi dengan anaknya, kecuali anaknya telah berurusan dengan hukum. Sementara dalam kesehariannya, mereka kurang memperhatikan anak-anaknya. Sehingga, mereka mencari perhatian sebagai bentuk pengakuan. 

"Orang tua itu sekarang seperti sudah tidak urusan sama anaknya. Mau main sama siapa ketemu siapa mereka melakukan apa itu tidak urusan. Tapi kalau sudah berurusan dengan hukum baru orang tuanya itu mewek-mewek. Sedangkan di lingkungan temannya ada prinsip ini, kalau kamu nggak ngikutin saya berarti bukan bagian dari saya. Itu sudah semakin kuat," lanjut Iko Yuniarto. 

Iko Yuniarto menyebut, orang tua seharusnya lebih memilih dan memilah teman-teman anaknya. Hal ini bukan untuk membatasi pergaulan, namun lebih menjaga anak-anaknya agar tidak terlibat dengan kegiatan negatif. Orang tua harus lebih proaktif dalam menyikapi pergaulan anak-anak. Apalagi saat ini, media sosial banyak mempertontonkan hal-hal yang tidak mendidik, yang dampaknya akan ditiru oleh mereka. 

"Kalau dulu bahasanya berteman dengan siapapun, tapi kalau sekarang justru harus pilih-pilih. Bukan berarti kita itu membatasi diri, tetapi lebih mengarah pada hal-hal yang sifatnya itu menjaga," ungkapnya.

Untuk mencegah tawuran antar pelajar, sekolah juga harus lebih memperbanyak kegiatan-kegiatan religi di lingkungan sekolah. Kegiatan religi itu bisa diisi dengan siraman rohani, istighosah, hingga renungan diri. Menurut Iko, kegiatan ini bisa dilakukan dalam seminggu dua kali karena dampaknya sangat positif bagi pemahaman para pelajar dalam menilai baik atau buruknya pergaulan. 

"Di Brebes sudah ada sekolah yang menerapkan ini dan efeknya sangat luar biasa positif. Contohnya renungan malam pada kegiatan Pramuka, kelihatannya sepele, tapi dampaknya sangat positif. Menurut saya kalau ini dilakukan rutin seminggu dua kali ini bisa mengubah pola pikir para pelajar," lanjut Iko. 

Iko juga menyinggung, aparat kepolisian harus lebih proaktif melakukan upaya pencegahan dan bukan hanya penindakan jika aksi tawuran terjadi bahkan telah jatuh korban meninggal. Aparat kepolisian harus lebih sering melakukan kegiatan sosialisasi di sekolah-sekolah. Kuncinya, para pelajar harus mengetahui risiko apa saja jika terlibat dalam aksi tawuran. Baik dari sisi pidana, maupun dampak ke depan jika berhadapan dengan hukum. 

"Setidaknya ini bisa meredam di samping pihak sekolah sendiri memperbanyak kegiatan religi. Karena jika sudah terjadi aksi tawuran, sekolah ini juga cuci tangan bahwa tawuran ini terjadi di luar jam sekolah dan bukan di lingkungan sekolah. Padahal ini tanggung jawab bersama," tandasnya. (fid)